(Dipadankan dari khotbah Pendeta Eric Chang, Cahaya Pengharapan Ministries)
Hari ini, saya ingin menguraikan makna iman. Saya
sangat gundah saat melihat bahwa di tengah gereja di zaman sekarang ini, banyak
orang Kristen masih tidak tahu apa arti iman itu. Jika saya minta Anda untuk
memberi saya definisi iman, tentu akan sangat menarik untuk mendengar seperti
apa kira-kiranya uraian Anda. Keselamatan kita bergantung pada iman, iman kita
kepada Kristus. Dan jika hidup yang kekal itu bergantung pada iman, maka adalah
sangat penting bagi kita untuk memahami makna iman. Apakah arti iman? Jika hari
ini saya bertanya kepada Anda, “Bisakah Anda memberi saya pengertian yang jelas
dan sederhana tentang arti iman?” Jika iman di dalam Yesus merupakan sarana
bagi keselamatan tetapi Anda tidak tahu apa artinya iman, lalu bagaimana Anda
bisa tahu bahwa Anda telah diselamatkan?
Tanpa
Memiliki Kristus, Semua yang Anda Miliki tidak ada Artinya!
Kita ingin mengupas masalah yang sangat mendasar,
perkara yang sangat penting berkenaan dengan kehidupan Kristen. Apakah rahasia
persekutuan kita dengan Allah? Apakah rahasia kuasa rohani? Apakah rahasia
sukacita rohani di dunia ini? Apakah rahasia hidup kekal di dalam diri saya dan
di dalam diri semua orang Kristen sejati sekarang ini? Semua itu bergantung
pada iman kita kepada Kristus. Tanpa iman kepada Kristus, Anda tidak punya
apa-apa. Hidup, kuasa, sukacita, damai sejahtera, semua itu ada di dalam
Kristus dan hanya di dalam dia saja. Tanpa Yesus, apa yang Anda miliki itu
tidak ada artinya. Mungkin Anda adalah orang paling kaya di negeri ini, akan
tetapi jika Anda tidak memiliki Kristus, apa yang Anda miliki sekarang itu
tidak ada artinya.
Ketika saya berangkat dari Hong Kong ke Eropa, saya
menumpang kapal laut. Dan di kapal ini ada seorang dokter. Di kapal ini hanya
ada sebelas penumpang karena kapal ini adalah kapal barang. Dokter ini bisa
dikatakan memiliki segala-galanya di dunia. Yang bisa segera dilihat adalah
tubuhnya yang sangat besar. Jika ukuran tubuh orang ini kita ibaratkan fu2
qi4 (kemakmuran), maka dokter ini punya banyak fu2 qi4. Berat
tubuhnya kira-kira lima kali lipat berat saya. Sekalipun tinggi kami sejajar,
tetapi ukuran tubuh kami jauh berbeda. Dan, tentu saja, dia berpendidikan
tinggi. Dia adalah seorang bergelar Doktor di bidang kedokteran. Dia punya
banyak uang. Dia punya tiga paspor. Dia bebas memilih untuk menggunakan paspor
yang mana yang disukainya. Setiap kali kami berlabuh, saya tidak leluasa
bergerak dengan satu paspor saya ini, tetapi dia punya tiga. Berdasarkan
kelahirannya, dia adalah orang Austria, lalu dia menjadi warga negara Amerika,
lalu dia juga menjadi warga negara Indonesia. Semua kewarganegaraan tambahan
itu dibelinya dengan uang. Jadi demikianlah, dia berpendidikan, punya berbagai
paspor, tubuh yang besar dan juga uang. Walaupun dia sudah berusia sekitar
60-an tahun, dia juga punya istri. Istrinya berusia dua puluh satu tahun, layak
untuk menjadi cucunya. Kata orang, uang bisa membeli segala-galanya, bahkan
istri. Tentu saja, satu hal yang kurang dimilikinya adalah wajah tampan. Tetapi
tidak masalah. Jika Anda punya uang banyak, uang bisa menutupi kekurangan Anda
– istrinya tidak memikirkan penampilannya, melainkan uangnya. Demikianlah, dia
punya segala-galanya, dan di samping itu, dia juga beragama. Apa lagi yang dia
butuhkan? Apa lagi yang mau Anda tambahkan? Ada istri, uang, berbagai paspor,
dan ditambah lagi dengan agama! Dia menganut salah satu agama. Namun saya pikir
orang yang seagama dengan dia tentunya akan malu melihat kelakuan orang ini.
Dia tidak mengamalkan ibadahnya kepada Tuhan tetapi dia cukup yakin bahwa
dengan uangnya itu dia bisa mendapatkan ampunan dari Tuhan atas dosanya.
Menurut ucapannya, agamanya menyuruh dia untuk mempersembahkan seekor unta
khusus untuk suatu dosa yang selalu dia lakukan, dan untuk dia membeli seekor
unta bukanlah masalah. Inilah contoh orang yang sangat yakin bahwa dia bisa
memperoleh surga dan dunia dengan uangnya. Inilah orang yang memiliki
segala-galanya, termasuk agama. Jika dia merasa sedih, dia punya agama yang
menjadi sandarannya. Jika dia merasa senang, dia punya uang untuk dihamburkan.
Tentu saja, saat dia merasa sedih, uang tidak bisa berbuat banyak untuk
menolong dia.
Saya berada satu kapal dengan orang ini di
sepanjang pelayaran dari Hong Kong menuju Eropa. Dan ketika dia semakin
mengenal saya, dia menjadi semakin penasaran. Saya hanya seorang pemuda. Tidak
beristri, bertubuh kecil, tidak punya uang, dan tidak berpendidikan karena saat
itu saya sedang dalam perjalanan untuk menempuh pendidikan. Jadi, saya tidak
berpendidikan, tidak punya apa-apa. Demikianlah, di kapal ini ada satu orang
yang memiliki segala-galanya di dunia, dan juga ada saya yang tidak punya
apa-apa di dunia ini. Akan tetapi, dia justru semakin lama semakin iri terhadap
saya. Dia merasa bahwa saya punya sesuatu yang tidak dimilikinya. Anda tahu,
apa yang saya miliki memang hanya satu. Saya memiliki Kristus dan saya memiliki
iman kepada Kristus oleh kasih karunia Allah. Dia tidak memiliki Kristus dan
juga iman. Itu sebabnya saya sejak awal menyampaikan kepada Anda, tanpa Kristus
maka semua milik Anda menjadi tidak berarti. Jika Anda tidak memiliki dia,
hidup ini menjadi hampa. Dan entah bagaimana, saya membuat orang yang malang
ini terlihat sangat miskin, di mata saya dia terlihat sangat kehausan. Dan dia
sangat ingin memiliki apa yang ada pada saya.
Suatu hari, saya sedang berdiri di atas dek kapal
mengamati laju kapal membelah lautan. Saya sedang berdiri di ketinggian dek
kapal untuk menyaksikan kapal itu melaju di atas laut.
Lalu dia
datang menghampiri saya dan berkata, “Eric, apakah kamu benar-benar percaya
kepada Yesus?”
Saya
menjawab, “Benar.”
Dia
bertanya, “Apakah kamu benar-benar percaya bahwa kamu memiliki hidup yang
kekal?”
Saya
berkata, “Benar.”
Dia
bertanya, “Apakah kamu percaya bahwa kamu akan dibangkitkan dari antara orang
mati?”
Saya
jawab, “Benar.”
Dia
bertanya, “Kamu bisa berbicara kepada Yesus dan mengenal Yesus yang hidup?”
Saya
menjawab, “Ya, benar.”
Lalu dia
berkata, “Oh, aku sangat mengagumi kamu. Aku sangat kagum pada apa yang kau
miliki.”
Saya berkata, “Anda tidak perlu mengagumi saya. Apa
yang saya miliki bisa Anda miliki juga. Semua yang saya miliki bisa saya
bagikan kepada Anda.” Saya rasa dia tidak akan bersedia berbagi dengan saya
semua yang dia miliki itu. Namun saya berkata kepadanya, “Apa yang saya miliki
akan saya bagikan kepada Anda.”
Dia sangat tertarik. Dia adalah orang yang hidupnya
terbenam jauh di dalam dosa. Dia orang yang penuh dosa. Ada orang yang berkata
bahwa pendidikan akan menjadikan orang lebih baik, tetapi jarang bisa saya
temukan orang yang lebih jahat daripada orang ini. Orang ini terbiasa
mengeluarkan sumpah serapah saat membuka mulutnya. Orang ini, jauh di lubuk
hatinya, mengalami sakit rohani yang sangat parah, dia sangat kelaparan akan hal-hal
yang rohani.
Saya ingat ketika dia masuk ke kamar saya, lalu dia
melihat kitab kecil Injil Yohanes di atas meja saya, lalu dia berkata, “Boleh
kuminta buku ini?”
Saya jawab, “Tentu, Anda boleh memilikinya. Anda
juga boleh mencatat alamat saya di buku itu, supaya kalau nanti Anda datang
kepada Kristus, Anda bisa menyurati saya.”
Tanpa
Iman dan Persekutuan yang Manis dengan Tuhan, Anda bukan Orang Kristen Sejati
Saya menyampaikan hal ini juga dengan niat untuk
memberi semangat kepada Anda karena saya lihat kebanyakan dari Anda adalah
orang-orang muda. Saya ingin memberitahu Anda bahwa saat itu saya memberi
kesaksian kepada orang tersebut sekalipun saya belum punya pendidikan teologi
saat itu, saya belum masuk sekolah Alkitab. Saya tidak begitu fasih tentang isi
Alkitab saat itu. Akan tetapi saya bisa menolong orang ini oleh karena satu
hal, karena saya memiliki iman di dalam Yesus oleh kasih karunia Allah. Melalui
iman, saya mampu melihat kemuliaan Tuhan. Melalui iman, saya menjalin hubungan
yang hidup dengan Tuhan, bahkan di saat saya masih merupakan orang Kristen yang
baru. Saya bisa berbicara dengannya dan mendengar dia berbicara kepada saya.
Sangatlah berharga jika Anda bisa bersekutu dengan Allah seakrab ini, semanis
ini. Tahukah Anda akan adanya kehidupan Kristen yang seperti ini? Apakah Anda
memiliki persekutuan yang manis dengan Tuhan? Persekutuan yang manis ini tidak
bergantung pada pengetahuan teologi Anda. Persekutuan ini tidak bergantung pada
berapa tahun Anda sudah meluangkan waktu di sekolah Alkitab. Lalu persekutuan
jenis ini bergantung pada apa? Pada iman.
Lalu Anda berkata, “Apa itu iman? Anda sudah
membuat saya penasaran. Jadi, apa itu iman?” Ya, tanpa iman ini, kita tidak
akan bisa memiliki persekutuan yang hidup dan manis dengan Tuhan. Saya ingin
berbagi dengan Anda dan saya harap setiap orang di sini, sebagai hasil dari
kebaktian kita bersama, berhenti menjadi orang Kristen yang dangkal, lalu
menjadi orang Kristen sejati dalam arti hidup bersama Tuhan hari demi hari.
Persekutuan dalam wujud melangkah bersama Dia, berbicara denganNya, mendengar
Dia berbicara kepada Anda, sama seperti yang dialami oleh Abraham, yang
melangkah bersama Allah. Abraham adalah bapa orang-orang beriman, Abraham
adalah manusia yang memiliki iman. Saat Anda menelaah Perjanjian Lama,
pernahkah Anda bertanya-tanya bagaimana orang-orang itu bisa memiliki
persekutuan yang indah dengan Allah padahal hidupnya di masa Perjanjian Lama?
Henokh melangkah bersama Allah dalam kesehariannya. Bukankah ini indah? Belum
lagi Abraham dan Yakub, dan juga nabi-nabi lainnya, jika mereka bisa menikmati
persekutuan yang indah dengan Allah di dalam Perjanjian Lama, lalu bagaimana
dengan kita yang berada di dalam Perjanjian Baru? Apakah kita tertinggal oleh
mereka? Saya heran mengapa orang-orang di zaman Perjanjian lama ini bisa hidup
begitu akrab dengan Allah. Mengapa di masa Perjanjian Baru ini begitu sedikit
orang yang hidup akrab dengan Allah? Padahal jika saya baca Perjanjian Baru, di
sini Allah telah membuka jalan yang baru dan yang hidup kepada Allah melalui
Kristus. Bagaimana orang-orang yang tidak memiliki jalan yang baru dan yang
hidup ini bisa lebih akrab dengan Allah ketimbang orang-orang Perjanjian Baru
yang memiliki jalan yang hidup dan baru itu? Ini adalah misteri bagi saya. Bagaimana
orang-orang itu bisa berbicara kepada Allah dan mendengar Allah berbicara
kepada mereka?
Allah
Berbicara di Saat ada Hal Penting yang Harus Disampaikan
Jika saya mengatakan bahwa saya berbicara kepada
Allah dan Allah berbicara kepada saya, orang akan berpikir bahwa saya sedang
membahas suatu hal yang tidak lazim. Jika saya mengatakan bahwa Allah berbicara
dengan saya, maksudnya bukan hanya untuk ngobrol-ngobrol. Saya tidak bermaksud
bahwa Allah menyapa, “Eric, hari ini cuacanya cerah.” Tidak ada hal yang
semacam itu. Dia berbicara kepada saya di saat ada sesuatu hal yang penting
untuk disampaikan. Dalam beberapa kesempatan, Allah berbicara kepada saya.
Kejadian yang pertama adalah ketika Dia berkata Dia
akan membawa saya keluar dari China. Sungguh indah sekali. Saat saya berlutut
di hadapan Tuhan dan berkata, “Tuhan, aku tidak tahu apa yang akan terjadi di
masa depan. Aku tidak tahu apa yang ingin Kau kerjakan pada diriku. Engkau
bebas untuk memakaiku menurut kehendak-Mu. Aku akan tetap di China jika itu
yang Kau kehendaki.” Saya tidak minta untuk dibawa keluar dari China, yang saya
doakan adalah, “Tuhan, jika Engkau ingin agar aku tetap di China,
beritahukanlah apa yang harus kukerjakan. Jika Engkau ingin membawaku keluar
dari China, maka hanya Engkau yang sanggup melakukannya.” Dan suara Tuhan
terdengar berbicara kepada saya sejelas suara saya yang bisa Anda dengarkan
sekarang ini. Dia berkata, “Aku akan membawamu keluar dari China.” Pada saat
itu, setiap orang berkata bahwa hal itu mustahil. Hal semacam itu tidak mungkin
terjadi. Tidak ada kejadian yang seperti itu. Sangatlah mustahil bagi seseorang
untuk bisa keluar dari China pada saat itu, apalagi orang muda seperti saya.
Dan peristiwa Dia berbicara langsung yang kedua
kalinya adalah ketika saya tinggal di London, ketika Allah mengutus saya untuk
menolong seseorang agar bisa datang kepada-Nya. Ini adalah hal yang ajaib.
Orang ini adalah seorang profesor dari Taiwan. Dia singgah di London hanya
untuk dua hari saja. Tuhan berbicara kepada saya malam itu, “Aku mau agar kamu
pergi ke pusat kota London, ke gedung YMCA.” Pada waktu itu, saya tinggal di
bagian utara London. Dan ketika saya sampai di gedung YMCA, Tuhan menunjukkan
orang yang harus saya temui. “Itu dia orangnya. Berbicaralah kepadanya.” Lalu
saya berbicara dengan orang tersebut, dan dia kemudian datang kepada Kristus.
Apakah menurut Anda hal itu mengherankan? Itu bukanlah hal yang mengherankan.
Peristiwa yang sama juga terjadi di dalam kitab Kisah Para Rasul. Anda tentu
ingat ketika Allah mengutus Filipus ke padang gurun untuk menemui seorang
sida-sida, dan di tempat itu juga sida-sida tersebut datang kepada Kristus.
Kejadian yang lainnya, ketika itu saya sedang
bersiap untuk berangkat ke Swiss, dalam suatu rencana kunjungan. Saya sedang
bersiap untuk beristirahat dan tidur. Kemudian Tuhan berkata, “Kamu tidak boleh
berangkat malam ini.” Saya memesan tiket penerbangan malam hari karena saya
tidak punya banyak uang, saya harus membeli tiket penerbangan di jadwal yang
paling aneh untuk mendapatkan harga yang paling murah. Tuhan berkata, “Kamu
tidak boleh berangkat.” Saya telah mempersiapkan segala sesuatunya di London.
Dan saya merasa bahwa saya memang harus berangkat. Akan tetapi Tuhan berkata
dengan jelas kepada saya, “Kamu tidak boleh berangkat.” Pada malam sebelumnya,
saya sudah berpamitan dengan semua orang, dan saya membatin, “Tuhan, besok
pagi, orang-orang itu akan datang dan berkata, ‘Oh! Ternyata kamu masih di
sini!’ Dan berarti saya harus berpamitan lagi. Ini sungguh memalukan.”
Akan tetapi saya tunduk dan alasan Tuhan menahan
keberangkatan saya adalah karena Dia ingin membawa seseorang untuk datang
kepada-Nya. Keesokan paginya, karena saya tidak berangkat, orang yang
dimaksudkan itu benar-benar datang kepada Kristus. Ketika saya berangkat pada
malam berikutnya, saya berpikir, “Tuhan, jika saya tidak menurut kehendak-Mu,
dan jika saya tetap berangkat, bagaimana saya bisa mempertanggungjawabkan jiwa
orang itu di dalam kekekalan nanti?” Saya tidak tahu, bagaimana Anda akan
memberi pertanggungjawaban di hadapan Allah pada Hari itu ketika Allah berkata
kepada Anda, “Sudah berapa kali Aku berusaha untuk berbicara kepadamu tetapi
kamu tidak mau mendengar?”
Iman
Memimpin pada Persekutuan yang Indah dengan Tuhan
Bagaimana cara untuk masuk ke dalam persekutuan
yang manis dan indah bersama Allah? Melalui iman. Apakah Anda memiliki iman
ini? Saya akan membagikan hal ini supaya Anda bisa tahu bahwa saat saya
berkhotbah di hadapan Anda, saya tidak sekadar mengkhotbahkan isi buku, teologi
atau dari pengetahuan saya saja. Saya berkhotbah dari dasar hati saya, dengan
kasih Tuhan, karena Tuhan mengasihi Anda semua dan dia ingin membawa Anda
kepada-Nya. Saat kita berkata bahwa Tuhan mengasihi kita, apakah arti perkataan
itu? Jika Anda mengasihi seseorang, maka Anda tentu ingin berbicara dengan
orang itu, Anda ingin bersahabat dengan orang itu. Rasul Yohanes menulis di
dalam suratnya yang pertama, “Persekutuan kita adalah dengan Bapa dan dengan
Anak-Nya, Yesus Kristus.” Persekutuan kita adalah dengan Dia. Apakah Anda
memiliki persekutuan dengan Dia? Atau, apakah kehidupan doa Anda merupakan
suatu kegiatan basa-basi di mana Anda berlutut dan sekadar menggumamkan sesuatu
doa? Atau mungkin doa tersebut dipanjatkan secara tulus dan Anda berbicara
sendirian sampai sepuluh atau lima belas menit, dan sesudahnya Anda berkata
‘amin’ lalu bangkit berdiri? Jika demikian, saya yakin bahwa Allah tidak akan
sempat menyapa Anda. Persekutuan tidak bisa diartikan bahwa Anda yang berbicara
sendirian; persekutuan ini adalah persekutuan bersama Dia; persekutuan ini
harus berjalan dua arah. Ada di manakah orang-orang Kristen yang memiliki
persekutuan dengan Tuhan? Saya beritahu Anda, di gereja-gereja, jumlah orang
Kristen jenis ini sangatlah sedikit. Kiranya semua penghalang itu bisa diruntuhkan,
kiranya Anda bisa masuk ke dalam persekutuan yang manis dengan Dia.
Mengapa saya memberitakan Yesus? Apakah karena
agama itu penting? Saya tidak begitu tertarik dengan agama. Mungkin hal ini
agak mengejutkan Anda, saya memang tidak tertarik pada agama. Saya memberitakan
Injil karena saya tahu bahwa Yesus itu hidup. Dan jika kita berkata bahwa dia
hidup, lalu untuk apa dia itu hidup? Kebanyakan orang hanya berkhotbah bahwa
Yesus telah mati bagi dosa-dosa kita. Yang dipentingkan oleh kita hanya dia
telah mati untuk membersihkan dosa-dosa kita. Sesungguhnya, apakah Yesus telah
bangkit dari antara orang mati atau tidak, tidak menjadi soal bagi kebanyakan
orang Kristen. Apakah penting bagi Anda perkara Yesus telah bangkit dari antara
orang mati atau tidak? Selama dia mati bagi Anda, itu sudah cukup. Jadi, apa
pentingnya bagi Anda apakah dia itu hidup atau tidak? Dapatkah Anda memberitahu
saya mengapa hidupnya Yesus itu begitu penting? Sungguh menarik, di dalam PA,
saya menanyai peserta, “Untuk apa Yesus hidup? Mengapa begitu penting baginya
untuk bangkit dari antara orang mati?” Tentu saja, salah satu alasan
kebangkitan ini adalah supaya dia bisa menjalin persekutuan dengan kita. Dia
telah mematahkan kuasa maut dan kenyataan bahwa sekarang ini dia hidup bukan
sekadar untuk duduk di sebelah kanan Bapa.
Alkitab memberitahu kita bahwa sekarang ini kita
disatukan dengan dia. Kita adalah satu tubuh dengannya. Pernahkah Anda
mendengar tentang lengan yang tak terhubung dengan kepala? Tentunya lengan itu
akan lumpuh! Bagaimana mungkin kepala saya tak bisa berkomunikasi dengan lengan
saya? Tentunya ada yang salah dengan lengan saya. Atau, tentunya ada sesuatu
yang salah dengan kepala saya. Jika kita ini satu tubuh dengan Kristus,
tentunya ada yang salah dengan Kristus atau dalam diri saya jika saya tidak
bisa berkomunikasi, saya tidak bisa menikmati persekutuan, dengan dia. Lantas,
bagaimana cara kita disatukan dengan Kristus? Melalui iman.
Apakah
Iman itu Berarti Mempercayai Sesuatu tentang Yesus?
Lalu,
apakah arti iman itu?
Anda mungkin berkata, “Aha! Sebentar, saya akan
buka kamus Oxford saya. Menurut kamus Oxford ini, iman adalah trust
(kepercayaan). Jadi, itu berarti saya percaya pada Yesus.”
Nah, saya
bisa tanyakan lagi, “Apakah arti percaya itu?”
“Sebentar. Saya akan buka lagi kamus Oxford saya.
Menurut kamus Oxford ini, “percaya” berarti to rely upon (bergantung,
mengandalkan).”
Saya
bertanya, “Baiklah, lalu apa arti bergantung itu?”
Apa yang akan Anda lakukan? Apakah Anda akan
membuka kamus Oxford Anda lagi? Anda sudah melihat uraiannya tentang arti iman.
Apakah itu berarti saya percaya kepada Yesus, menaruh kepercayaan kepada Yesus,
mengandalkan Yesus? Apakah yang dijelaskan oleh kamus itu kepada saya?
Demikianlah, banyak orang yang berkata bahwa iman
itu berarti Anda percaya bahwa Yesus telah mati bagi Anda. Menurut pemahamam
umum, yang perlu Anda percayai hanyalah Yesus telah mati bagi Anda. Itulah yang
penting. Dia telah mati. Hal itu saja yang penting. Oleh karena itu, saya
diselamatkan karena Yesus telah mati bagi saya dan saya mempercayai bahwa dia
telah mati. Dan dia telah mati bagi dosa-dosa dunia, termasuk dosa-dosa saya.
Karena, bagaimanapun juga, jika dia telah mati bagi dosa-dosa dunia, dan saya
ada di dalam dunia ini, maka saya juga termasuk di dalamnya. Hal yang sangat
mudah untuk dipahami.
Mempercayai bahwa Yesus telah mengerjakan sesuatu
dan mempercayai sesuatu tentang Yesus, apakah hal itu akan menyelamatkan Anda?
Izinkan saya bertanya kepada Anda, apakah Anda yakin bahwa Iblis juga percaya
bahwa Yesus telah mati bagi dosa-dosa dunia? Saya jamin, dia juga percaya
karena dia tahu persis bahwa hal itu memang nyata. Itulah sebabnya dikatakan di
dalam Alkitab, “Engkau percaya, bahwa hanya ada satu Allah saja? Itu baik!
Tetapi setan-setanpun juga percaya akan hal itu dan mereka gemetar.” Sekadar
mempercayai sesuatu tentang Yesus dan mengira bahwa itu adalah iman,
saudara-saudariku, Anda bahkan belum masuk ke dalam pemahaman tentang makna
iman.
Alkitab mengajarkan kita bahwa kita dibenarkan,
kita diampuni dari dosa-dosa kita dengan iman. Kita diselamatkan melalui iman.
Keselamatan itu bukanlah hasil usaha kita. Hidup yang kekal itu bukanlah hasil
usaha kita. Hidup kekal itu terlalu mahal untuk diperoleh. Ibarat niat membeli
mobil mewah dengan uang yang ada di saku baju saya ini. Tidak mungkin bisa
terlaksana. Hanya dengan iman kita bisa menerima kasih karunia Allah.
Iman
Menurut Alkitab adalah Ketaatan – Iman Abraham
Apakah iman menurut Alkitab? Izinkan saya
menjawabnya buat Anda. Iman menurut Alkitab itu tak kurang dari ketaatan. Di
Yohanes 3:36, Anda akan lihat bahwa iman dan ketaatan dipandang sebagai hal
yang sama.
Mungkin Anda akan berkata, “Aha! Jika demikian
halnya, saya juga bisa mengajukan pertanyaan yang sama. Seberapa besar ketaatan
yang harus saya miliki sebelum saya bisa diselamatkan?”
Ah, pertanyaan ini memang wajar, ketaatan yang
seberapa besar? Separuh? Atau 90%? Seberapa besar ketaatan itu supaya layak
disebut iman?
Anda akan segera melihat bahwa pertanyaan ini
mustahil untuk dijawab tanpa mengetahui apa jawaban dari Alkitab. Jawaban dari
Alkitab memberitahu kita bahwa iman itu tidak kurang dari komitmen yang total
kepada Tuhan. Iman adalah komitmen 100%, bukannya 80%, bukan 90%, bahkan bukan
99%. Iman itu adalah penyerahan diri yang seutuhnya kepada Allah melalui
Kristus. Di mata Allah, tidak ada tempat di antara ketaatan dan ketidaktaatan.
Yesus berkata, “Barangsiapa tidak bersama dengan aku ia menentang aku.”
Karena
keterbatasan waktu, saya akan langsung sampaikan pada Anda beberapa patah kata
yang terdapat di dalam Yoh 8:39-43
Jawab mereka kepadanya: “Bapa kami ialah Abraham.”
Kata Yesus kepada mereka: “Jikalau sekiranya kamu anak-anak Abraham, tentulah
kamu mengerjakan pekerjaan yang dikerjakan oleh Abraham. Tetapi yang kamu
kerjakan ialah berusaha membunuh aku; Aku, seorang yang mengatakan kebenaran
kepadamu, yaitu kebenaran yang kudengar dari Allah; pekerjaan yang demikian
tidak dikerjakan oleh Abraham. Kamu mengerjakan pekerjaan bapamu sendiri.”
Jawab mereka: “Kami tidak dilahirkan dari zinah. Bapa kami satu, yaitu Allah.”
Kata Yesus kepada mereka: “Jikalau Allah adalah Bapamu, kamu akan mengasihi
aku, sebab aku keluar dan datang dari Allah. Dan aku datang bukan atas
kehendak-ku sendiri, melainkan Dialah yang mengutus aku. Apakah sebabnya kamu
tidak mengerti bahasa-ku? Sebab kamu tidak dapat menangkap firman-ku.
Perhatikan ayat 39. Dikatakan di ayat ini, “Jikalau
sekiranya kamu anak-anak Abraham, tentulah kamu mengerjakan pekerjaan yang
dikerjakan oleh Abraham.” Mari kita cermati baik-baik. Orang-orang Yahudi
mengaku sebagai anak-anak Abraham. Tahukah Anda mengapa mereka mengaku sebagai
anak-anak Abraham? Karena janji Allah diberikan kepada Abraham. Jika Anda ingin
memperoleh janji Allah maka Anda harus menjadi anak-anak Abraham untuk mendapatkan
janji-janji itu. Dengan cara apa Anda bisa menjadi anak-anak Abraham? Yesus
berkata, “Jikalau sekiranya kamu anak-anak Abraham, tentulah kamu mengerjakan
pekerjaan yang dikerjakan oleh Abraham.”
Mengapa saya mengutip ayat ini? Karena saya juga
ingin mengutipkan sebuah ayat lain di Roma pasal 4. Saya ingin agar Anda bisa
melihat bahwa semua yang saya sampaikan ini benar-benar berdasarkan Firman
Allah. Saya tidak ingin ada orang yang menerima ini sebagai pendapat saya. Anda
harus memiliki iman yang berdasarkan Firman Allah, bukan berdasarkan ucapan
saya. Anda lihat, semua janji Allah mengenai pembenaran dan hidup [kekal] ada
pada Abraham, namun bagaimana Abraham bisa memperoleh janji-janji itu? Dia
menerima janji-janji itu melalui iman, hal ini disebutkan di Roma pasal 4. Mari
kita baca Roma 4:3
Sebab apakah dikatakan nas Kitab Suci? “Lalu
percayalah Abraham kepada Tuhan, dan Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya
sebagai kebenaran.”
Bagaimana dia memperoleh pembenaran tersebut?
Melalui iman. Dan kita juga temukan bahwa kita, berdasarkan uraian dari seluruh
pasal 4 ini, telah menjadi anak-anak Abraham melalui iman. Dan sama seperti
Abraham yang dibenarkan oleh iman, kita juga dibenarkan oleh iman.
Perhatikan juga ayat 12 yang mengatakan bahwa
Abraham adalah bapa orang-orang bersunat (orang Yahudi), yaitu mereka yang
bukan hanya bersunat, tetapi juga mengikuti jejak iman Abraham, bapa leluhur
kita, pada masa ia belum disunat. Dan sebelum ayat itu [yakni di ayat 11],
dijelaskan juga bahwa dia juga menjadi bapa bagi orang-orang yang tidak
bersunat melalui iman. Demikianlah, Paulus berkata di Roma 4:16 – Karena itulah
kebenaran berdasarkan iman supaya merupakan kasih karunia, sehingga janji itu
berlaku bagi semua keturunan Abraham, bukan hanya bagi mereka yang hidup dari
hukum Taurat, tetapi juga bagi mereka yang hidup dari iman Abraham (yaitu yang
memiliki iman seperti Abraham).
Jika Anda adalah seorang Kristen yang masih baru,
Anda mungkin berpikir, “Wah, urusannya menjadi semakin rumit saja.” Izinkanlah
saya untuk menyederhanakannya bagi Anda. Hanya ada satu macam iman yang
diterima oleh Allah sebagai iman yang bisa menyelamatkan Anda – yaitu yang
‘membenarkan’ Anda. Kita bisa menyederhanakan maknanya menjadi ‘menyelamatkan’
– dan iman itu adalah iman yang sama dengan iman Abraham. Jika Anda ingin
dibenarkan oleh iman, seperti yang terjadi pada Abraham, maka Anda harus
memiliki iman yang sama dengan iman Abraham. Saya pikir uraian ini tidaklah
sulit untuk dipahami. Jika Anda ingin tahu apa arti iman itu, maka yang perlu
Anda pikirkan adalah iman Abraham itu. Itulah makna iman di dalam Perjanjian
Baru. Di dalam Perjanjian Baru, iman selalu diartikan sama dengan iman yang
dimiliki oleh Abraham.
Izinkan saya mengajukan pertanyaan kepada Anda,
“Tahukah Anda berapa kali Abraham disebutkan di dalam Perjanjian Baru, bukan di
dalam Perjanjian Lama, tetapi di Perjanjian Baru? Berminatkah Anda untuk
menebaknya? Saya sudah pernah menanyakan hal ini di dalam PA, ada yang menebak
12, 20 atau 30 kali. Abraham disebutkan sampai 73 kali di dalam Perjanjian
Baru. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa jika Anda ingin tahu apa arti iman
itu, maka lihatlah pada Abraham untuk mendapatkan apa arti iman itu.
Seperti
Apakah Iman Abraham itu?
Oleh sebab itu, kita akan menutup pembahasan hari
ini dengan meneliti secara sekilas Ibrani pasal 11, yang dengan jelas
menguraikan arti iman kepada kita. Saat kita amati ayat-ayat yang penting ini,
kita akan memahami dengan jelas apa arti iman itu. Iman adalah sebuah komitmen
yang total seperti yang terlihat di dalam kehidupan Abraham. Di Ibrani pasal
11, yang merupakan pasal terkenal dalam hal pembahasan iman, ada empat hal yang
sebutkan tentang Abraham. Dan jika Anda ingin memahami arti iman, cermati pasal
tersebut, dan Anda akan mengerti dengan sangat jelas mengenai arti iman. Dan
sambil Anda pelajari keempat poin itu, saya harap Anda akan menanyakan diri
Anda sendiri, “Apakah saya memiliki iman?” Jika Anda tidak punya keempat hal
tersebut, Anda akan segera tahu mengapa Anda tidak memiliki persekutuan yang
hidup dengan Allah. Anda akan bisa melihat dengan jelas mengapa kehidupan
rohani Anda begitu miskin. Anda akan mulai mendapatkan jawaban atas beberapa
pertanyaan yang telah saya ajukan sebelumnya. Dan Anda akan mulai tahu mengapa
orang-orang kudus di masa Perjanjian lama memiliki hubungan yang begitu indah
dengan Allah, yang jarang dimiliki bahkan oleh orang-orang kudus di masa
Perjanjian Baru di tengah gereja jaman sekarang ini. Sudahkah Anda memiliki
iman? Mari kita lihat iman Abraham.
1. Berpaling
dari Dunia
Pokok yang pertama: Ibrani 11:8. Perhatikan kata
‘taat’ – Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke
negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan
tidak mengetahui tempat yang ia tujui. Itulah iman. Apakah Anda ingin tahu apa
itu iman? Lihat saja teladan Abraham. Itulah teladan iman yang kita dapatkan di
dalam Roma 4:12.
Sama seperti yang diucapkan oleh Yesus di Yoh 8:39,
“Jikalau sekiranya kamu anak-anak Abraham, tentulah kamu mengerjakan pekerjaan
yang dikerjakan oleh Abraham.” Jadi, kita bisa ajukan pertanyaan, “Apakah yang
dikerjakan oleh Abraham itu?” Alkitab telah memberi kita jawaban. Hal yang
pertama adalah ketika Allah memanggil dia, dia meninggalkan Haran dan berangkat
menuju tempat yang tidak dia ketahui. Tempat tinggal Abraham, Haran, adalah
tempat yang memiliki peradaban tinggi. Sekarang ini, para ahli arkeologi telah
mengadakan penggalian di lokasi ini, dan banyak hal yang sudah mereka temukan,
dan dari hasil penggalian mereka itu, kita tahu bahwa tempat tinggal Abraham
sangat maju di bidang ilmu pengetahuan, seni, budaya, di segala bidang,
khususnya di bidang astronomi [ilmu pengetahuan yang mempelajari angkasa luar].
Di dalam segala segi, mereka sangat maju. Abraham bukan dipanggil keluar dari
daerah terbelakang, bukan dari daerah pedusunan; dia keluar dari daerah yang
berperadaban tinggi, dari salah satu daerah yang menjadi cikal bakal peradaban
dunia. Ia tinggal di tengah masyarakat yang sangat makmur, sangat maju. Lalu Allah
memanggil dia keluar menuju daerah Kanaan. Tahukah Anda di mana Kanaan itu?
Kanaan adalah daerah yang sangat terbelakang. Allah memanggil dia keluar dari
masyarakat yang sangat maju menuju tempat yang terbelakang. Kita
membayangkannya seperti keberangkatan para misionaris, bukankah begitu? Mereka
berangkat menuju tempat yang tidak mereka ketahui. Bukan berarti mereka tidak
tahu apa-apa sama sekali tentang tempat tujuan mereka itu, mereka belum pernah
melihat langsung tempat yang mereka tuju itu. Dan standar kehidupan [di Kanaan]
jauh lebih rendah dibandingkan dengan tempat asal Abraham.
Jadi, poin yang pertama adalah bahwa Allah
memanggil Abraham keluar dari dunia, keluar dari dunia yang dia benar-benar
kenal. Tempat yang maju dari segi budaya, pengetahuan, ilmu pengetahuan dan
keseniannya, lalu diutus keluar dari tempat itu, supaya dia berhenti mengasihi
dunia dan belajar untuk melangkah bersama dengan Allah. Jika Anda tidak
meninggalkan dunia, tidak mengasihi dunia, sebagai langkah Anda yang pertama,
lalu bagaimana Anda akan melangkah bersama dengan Allah? Segenap pikiran Anda
akan tersita oleh dunia. Saya mendapati bahwa orang-orang Kristen sangat dalam
terjerumus di tengah dunia – terjerat oleh uang, usaha, pengetahuan, mengejar
semakin banyak gelar kesarjanaan. Tidak ada yang salah dengan semua hal itu.
Yang salah adalah hati kita yang mulai menyembah semua hal itu, menjadikan
semua hal itu sebagai berhala. Dan jika Anda memiliki berhala di dalam hati
Anda, Anda tidak akan bisa melangkah bersama dengan Allah. Jadi, langkah
pertama yang bisa kita pelajari dari definisi iman adalah berpaling dari dunia,
seperti yang telah dilakukan oleh Abraham. Ketika Yesus memanggil Anda dengan
Injil dan berkata, “Mari, jadilah muridku. Ikutlah aku” lalu Anda berkata, “Ya,
aku akan datang. Kemanapun engkau pergi, aku akan bersamamu.” Allah melalui
Yesus telah memanggil kita. Apakah Anda bersedia berjalan bersama Dia? Apakah
Anda memiliki jenis iman yang berpaling dari dunia dan melangkah bersama Tuhan
kemanapun Dia pergi, bahkan ke tempat yang paling rendah sekalipun? Sanggupkah
Anda berkata, “Tak masalah bagiku; kemanapun Engkau pergi, aku ikut”?
2. Hidup
di Dunia ini seperti Pendatang, Tidak Memiliki Apa-apa
Mari kita lihat pokok yang kedua, Ibrani 11:9-10 –
Karena iman ia diam di tanah yang dijanjikan itu seolah-olah di suatu tanah
asing dan di situ ia tinggal di kemah dengan Ishak dan Yakub, yang turut
menjadi ahli waris janji yang satu itu. Sebab ia menanti-nantikan kota yang
mempunyai dasar, yang direncanakan dan dibangun oleh Allah.
Perhatikanlah pokok yang kedua ini. Saat dia datang
ke tempat yang terbelakang itu, Anda mungkin berpikir, “Dengan standar hidup
kamu yang tinggi, dan dengan harta bendamu itu, tentunya akan sangat mudah
bagimu untuk membeli semua tanah di sana.” Abraham memang mampu untuk membeli
banyak tanah di sana. Dia adalah orang yang terpelajar, berkedudukan tinggi,
saat dia sampai ke tempat tujuan itu, dia bisa saja menunjukkan kewibawaannya.
Namun perhatikanlah apa yang dikerjakan oleh Abraham. Dia tidak berminat
membeli tanah di sana. Dia tidak mengincar dunia. Sungguh mengejutkan, Abraham
tidak memiliki kekayaan, dalam arti lahan, kecuali sebidang lahan kecil untuk
kuburan, tempat untuk mengubur istrinya saat meninggal. Dia menginginkan Allah;
dia tidak menghendaki dunia. Perhatikan bagaimana awalan dari ayat ini: karena
iman, karena iman dia tinggal di dunia ini seperti orang yang menumpang.
Bagaimana cara hidup kita? Apakah Anda sudah memiliki iman? Sudahkah Anda
berpaling dari dunia? Sanggupkah Anda tinggal di dunia ini seperti seorang tamu
di dunia dan menanti-nantikan perkara yang kekal?
Karena iman, Abraham menanti-nantikan – apakah Anda
mengerti kalimat itu? Imanlah yang memberi Anda pandangan atau pemahaman
rohani. Apakah Anda sudah memiliki pandangan rohaniah itu? Jika Anda tidak
memiliki iman, maka Anda menjadi buta. Anda tidak akan tahu ke mana tujuan
Anda. Sungguh mengagetkan melihat begitu banyak orang Kristen yang tidak bisa
melihat perkara-perkara rohani. Mereka bisa melihat perkara-perkara lahiriah,
tetapi mereka tidak bisa melihat perkara-perkara rohani. Mereka bisa melihat
perkara-perkara intelektual, tetapi mereka tidak bisa melihat perkara-perkara
spiritual. Saya sering menyampaikan kepada orang-orang Krsiten bahwa ada tiga
macam perkara yang bisa dilihat oleh kita. Pertama adalah perkara lahiriah,
dalam hal ini berarti Anda bisa melihat orang lain dan juga hal-hal material
lainnya. Lalu ada perkara intelektual, yang berarti Anda bisa memahami sesuatu
urusan. Jika saya berkata, “Bisakah Anda melihatnya?” itu bukan berarti saya
mempersoalkan apakah Anda bisa melihatnya dengan mata jasmani Anda, yang saya
maksudkan adalah, “Apakah Anda memahami apa yang saya sampaikan?” Lalu ada
perkara rohani. Di Ibrani 11:27, disampaikan Musa bertahan seperti orang yang
telah melihat Allah yang tidak kelihatan oleh mata jasmani. Bagaimana Anda bisa
melihat hal yang tidak nampak secara lahiriah? Bagaimana Anda bisa melihat
Allah yang tidak kelihatan? Tentunya dengan mata rohani. Karena itulah Musa bertahan.
Jika Anda tidak memiliki iman, maka mata Anda buta. Jika Anda tidak bisa
melihat realitas rohani, tentu saja tak ada hal lain yang bisa Anda lihat
kecuali hal-hal duniawi.
Perhatikan sekali lagi, kedua pokok ini melibatkan
komitmen total. Dengan iman, Abraham menyerahkan dirinya kepada Allah dengan
sepenuhnya sehingga dia meninggalkan rumahnya, masyarakatnya dan berangkat
mengikut Allah. Anda tidak akan bisa mengerjakan hal semacam ini tanpa memiliki
komitmen total. Dan jika Anda tidak memiliki komitmen total, Anda tidak akan
pernah bisa melihat kemuliaan Kristus dengan mata rohani.
3. Allah
akan Menguji Komitmen Anda
Pokok yang ketiga ada di Ibrani 11:11-12 – Karena
iman ia juga dan Sara beroleh kekuatan untuk menurunkan anak cucu, walaupun
usianya sudah lewat, karena ia menganggap Dia, yang memberikan janji itu setia.
Itulah sebabnya, maka dari satu orang, malahan orang yang telah mati pucuk,
terpancar keturunan besar, seperti bintang di langit dan seperti pasir di tepi
laut, yang tidak terhitung banyaknya.
Ayat ini memberitahu kita, karena iman, perkara
yang mustahil menjadi nyata. Sungguh luar biasa hal yang bisa dikerjakan oleh
Allah pada orang yang beriman! Karena iman, baik Abraham dan Sara, suami istri
– sungguh indah melihat keduanya bersatu di dalam iman… karena komitmen total
mereka kepada Allah, maka Allah bisa mengerjakan perkara ajaib pada mereka.
Mereka tidak memiliki anak dan Allah memberi mereka anak di usia mereka yang
sudah tua. Namun Allah terus menguji komitmen total mereka sebelum Ia menggenapi
janji-Nya kepada mereka. Apakah Anda mengaku memiliki iman yang total? Saya
beritahu Anda, Allah ingin tahu apakah iman tersebut memang iman yang total
atau tidak. Dia akan mengujinya.
Setiap orang tahu bahwa Allah mengerjakan perkara
yang ajaib pada Abraham dan Sara. Abraham sudah sangat tua ketika Allam
memberikan janji-Nya kepada Abraham. Usianya sudah 86 tahun dan dia dijanjikan
untuk memiliki anak. Saat itu istrinya berusia 70 tahun. Pikirkanlah hal ini.
Dan Allah, setelah memberikan janji-Nya kepada Abraham, tahukah Anda, berapa
lama Abraham harus menunggu penggenapan janji itu? Banyak orang yang tidak tahu
berapa lama Abraham harus menunggu penggenapan janji itu. Allah menguji
imannya, menguji komitmennya, apakah Abraham akan goyah. Tahukah Anda berapa
lama Abraham harus menunggu? Apakah 3 tahun? 4 tahun? 5 tahun? Lebih dari 14
tahun. Selama 14 tahun! Mungkin saat Anda menantikan mukjizat selama setahun,
lalu 3 tahun, lalu 5 tahun, lalu Anda berkata, “Tentunya Allah sudah
melupakanku. Setiap hari umurku semakin bertambah! Semakin kecil saja peluangku
untuk memiliki anak.” Saat dia berusia 86 tahun, dia menerima janji itu. Saya
rasa, ketika dia berusia 90 tahun, dia berpikir, “Tuhan, aku sudah semakin tua.
Peluang untukku menjadi ayah semakin kecil saja!” Dan ketika dia berusia, saat
istrinya juga bertambah tua, peluang itu musnah sudah! “Allah sudah lupa akan
janji-Nya kepadaku!” Dan ketika dia berusia 98 tahun, dan istrinya berusia 80
tahun, oh, sudah tidak ada peluang lagi. Semuanya sudah berakhir! Allah
mengguji komitmennya. Saat Abraham berusia 100 tahun, baru anak itu lahir.
Apakah Anda memiliki komitmen total? Saya melihat
beberapa orang Kristen yang mengalami ujian yang sangat kecil tetapi mereka
sudah sangat marah. “Aku ingin bertamasya, tapi lihat apa yang terjadi! Hujan
turun! Aku berdoa kepada Allah, ‘Ya Allah, berikanlah cuaca yang baik,’ tetapi
lihatlah apa yang terjadi. Hujan turun! Aku tidak percaya kepada Allah. Allah
itu tidak nyata. Jika Dia memang ada, tentunya Dia akan mendengar doaku.
Mengapa Dia memperlakukan aku seperti ini?” Apakah Anda memiliki komitmen
total? Anda sudah mulai ragu di dalam ujian yang kecil saja. Itukah komitmen
total? Dapatkah Anda menunggu sampai 14 tahun seperti Abraham?
Allah menguji saya secara pribadi dalam banyak
kesempatan. Saya telah bersaksi kepada Anda bahwa Allah berkata akan membawa
saya keluar dari China. Kemudian, saya menunggu sebulan, dan tetap tidak
mendapatkan izin untuk keluar dari China. Demikianlah, ketika saya sudah
menunggu sebulan, dan tetap tidak memperoleh izin keluar dari China, saya
bertanya-tanya, “Tuhan, saya sudah menunggu sebulan.” Dan setelah melewati 6
minggu, saya berkata, “Tuhan, ini sudah 6 minggu! Ini sudah sangat lama!” Saya
malu pada diri sendiri. Saya menyatakan bahwa saya memiliki komitmen total
kepada Kristus, dan baru dalam waktu 6 minggu saja, saya sudah merasa terlalu
lama! Akan terasa sangat lama jika perut Anda kelaparan. Pernahkah Anda
merasakan kelaparan? Saat Anda harus menunggu datangnya makan siang, waktu yang
hanya setengah jam akan terasa seperti setengah tahun! Saya menjalani masa-masa
yang sangat sukar di China saat itu. Allah sedang menguji saya, sedang
membentuk saya. Dan, saya sampaikan ini dengan rasa sangat malu, setelah 6
minggu, saya berkata, “Tuhan, bagaimana mungkin saya menunggu sampai selama
ini? Ini sudah 6 minggu!” Ada orang yang sampai harus menunggu selama 6 tahun.
Kemudian, 7 minggu berlalu, dan saya berkata, “Oh, Tuhan. Ini sudah tujuh
minggu!” Tuhan sangat baik kepada saya. Saat itu saya masih baru menjadi
Kristen. Dan setelah 8 minggu, Dia membawa saya keluar, saya bisa berangkat.
Delapan minggu setelah Dia memberi janji kepada saya, Dia membawa saya keluar.
Tentu saja, jika dikilas-balik, Anda mungkin berkata, “Delapan minggu? Cepat sekali!
Sukar dipercaya!” Demikianlah, pokok yang ketiga adalah komitmen total
kepada-Nya dan Allah akan menguji komitmen itu. Sangatlah penting bagi-Nya
untuk mengetahui apakah Anda benar-benar berkomitmen total kepada-Nya atau
tidak.
4. Taat –
Biarkan Kehendak Allah Terjadi pada Diri Anda
Poin terakhir, setelah ini kita akan tutup, akan
saya sampaikan secara singkat saja. Di dalam poin yang keempat, kita melihat
Allah membawa Abraham pada ujian tertinggi dari komitmen totalnya. Di Ibrani
11:17-19 kita bisa melihat iman Abraham dalam bentuk komitmen totalnya terlihat
melalui apa yang telah dia lalui.
Karena iman maka Abraham, tatkala ia dicobai,
mempersembahkan Ishak. Ia, yang telah menerima janji itu, rela mempersembahkan
anaknya yang tunggal, walaupun kepadanya telah dikatakan: “Keturunan yang
berasal dari Ishaklah yang akan disebut keturunanmu.” Karena ia berpikir, bahwa
Allah berkuasa membangkitkan orang-orang sekalipun dari antara orang mati. Dan
dari sana ia seakan-akan telah menerimanya kembali.
Bukankah ini hal yang ajaib? Iman adalah komitmen
total, saudara-saudari, komitmen total! Ingatlah bahwa iman yang menerima janji
pembenaran dari Allah adalah iman dari jenis yang ini – yaitu iman Abraham.
Perhatikan apa yang termaktub di ayat-ayat itu. Puji Tuhan, karena Dia tidak
menguji kita seberat itu pada saat-saat awal, tetapi Dia ingin menyatakan,
“Jika kamu mengakui bahwa iman-Mu kepada-Ku itu total, maka kamu harus
membuktikannya.” Allah menjanjikan Abraham seorang anak dan sekarang Abraham
telah memperoleh anak itu. Kemudian Allah berkata kepada Abraham, ketika anak
itu sudah mulai besar, “Sekarang, bawalah Ishak dan persembahkanlah dia sebagai
korban bagi-Ku di atas mezbah.”
Jika Allah berkata kepada Anda, “Aku menginginkan
anakmu,” saya ingin tahu bagaimana pikiran Anda akan hal itu. Dan Anda tahu,
saya sungguh terkejut karena begitu banyak orang tua Kristen, mereka mengaku
sebagai orang Kristen, tetapi ketika anak mereka ingin melayani Tuhan, mereka
berkata, “Tidak!” Baru-baru ini, seorang dokter ingin meninggalkan pekerjaannya
sebagai dokter untuk bisa melayani bersama saya di dalam pemberitaan Injil. Dan
ibunya tampaknya adalah seorang Kristen yang sangat taat, setidaknya begitulah
kelihatannya. Ketika anaknya berkata bahwa dia ingin pergi memberitakan Injil,
sang ibu ini terkejut setengah mati! Oh, dia lakukan segala upaya untuk
menghentikan niat anaknya! Seperti itulah kelakuan ‘orang Kristen yang dewasa’,
seperti inilah jenis orang Kristen yang sering kita temui di gereja-gereja,
bukankah demikian? Ujilah diri Anda. Jika Allah menguji iman Anda, iman jenis
apakah yang Anda miliki?
Apakah sikap hati semacam itu yang dimiliki oleh
Abraham? Abraham membawa anaknya ke atas bukit, membangun mezbah, menghunus
pisaunya. Apakah Anda ingin tahu apa arti iman? Itulah iman. Abraham membatin,
“Semua janji Allah kepadaku ada pada diri anakku. Jika anakku mati, maka aku
tidak mendapatkan janji apa-apa lagi dari Allah. Aku tidak punya anak lain.
Jika dia mati, semuanya berakhir bagiku! Namun karena Allah yang menyuruhnya,
maka jadilah sesuai dengan kehendak-Nya.” Itulah ketaatan yang total.
Dia bisa saja berkata, “Ini sangat tidak beradab!
Allah tidak boleh meminta hal semacam itu dariku! Ini tidak adil! Dia tidak
adil! Dia tahu bahwa aku ini sudah tua. Aku tidak bisa memiliki anak lagi.
Kalau aku masih muda, Engkau boleh meminta anak yang ini dan aku masih bisa
mendapatkan anak yang lain. Akan tetapi aku ini sudah tua sekarang. Aku tidak
bisa lagi memiliki anak.” Atau dia juga bisa saja berkata, “Ya Allah, Engkau bertindak
maju-mundur. Engkau dulu berkata bahwa semua berkat-Mu kepadaku akan mengalir
melalui anak ini. Sekarang Engkau justru membawa pergi anak ini. Ini sungguh
kontradiktif.”
Sebuah kontradiksi. Saya telah banyak memberikan
konseling kepada orang-orang. Sungguh mengherankan melihat banyak orang yang
datang kepada saya dan berkata, “Bukankah Allah telah melakukan hal yang
kontradiktif (saling bertentangan), Dia telah melakukan sesuatu hal yang
semacam ini? Pernahkah Anda berpikir, mengapa Dia melakukan hal yang semacam
ini, tetapi di lain kesempatan, Dia melakukan hal yang bertentangan?” Yah, Anda
masih belum sampai bertemu dengan masalah yang sama dengan yang dihadapi oleh
Abraham. Dia memberi Anda anak, lalu menyuruh Anda untuk mempersembahkan anak
itu di atas mezbah.
Dengan imannya, Abraham tetap setia kepada Allah,
“Ya Allah, jika Engkau yang menyuruhnya, aku akan mengerjakannya.” Dihunusnya
pisaunya. Saya tidak berani membayangkan kesedihan hatinya. Akan tetapi
ketaatannya, pengabdiannya kepada Allah itu total. Dan oleh karena itu, Allah
mencurahkan berkat-Nya kepada Abraham! Tentu saja, sebagaimana yang telah Anda
ketahui, pada saat-saat terakhir, Allah menghentikannya. Dia berkata, “Abraham,
stop! Sekarang Aku tahu isi hatimu kepada-Ku.” Anda bisa baca semua catatan
kisah ini di dalam kitab Kejadian pasal 22. Ini merupakan salah satu pasal yang
paling mengharukan di dalam Alkitab.
Jika Allah berkata kepada Abraham, “Aku ingin
nyawamu.” Akan sangat mudah bagi Abraham untuk menjawab, “Silakan ambil nyawaku.”
Tetapi Allah berkata, “Aku ingin anakmu.” Allah tidak memilih nyawa Abraham;
Dia ingin mengambil hal yang paling berharga bagi Abraham! Akan tetapi, sering
kali, ketika orang mendengarkan tantangan, panggilan dari Kristus, oh, yang ini
terlalu berharga untuk dipersembahkan kepada Allah, yang itu juga terlalu
berharga. Lalu apa yang mau mereka persembahkan kepada Allah? Sisa-sisa yang
tidak mereka hargai. Saat mereka diminta untuk menghadiri kebaktian, mereka
berkata, “Aku sibuk.” Jika Allah terlalu sibuk dan tidak bisa mengurusi Anda,
maka Anda benar-benar dalam masalah. Mereka hanya menyediakan sisa waktu luang
bagi Allah. Banyak mahasiswa yang tidak hadir di gereja jika sedang musim
ujian. Hari-hari libur juga bukan merupakan waktu luang; itu waktu untuk diri
saya pribadi. Satu-satunya waktu yang mereka berikan adalah ketika mereka sudah
sangat bosan, ketika mereka sudah sangat jenuh belajar, pada saat itu, mereka
akan hadir ke gereja. Inilah jenis ‘orang Kristen waktu luang’. Allah mereka
adalah ‘Allah di waktu luang’. Akan tetapi itu bukanlah Allah menurut Alkitab.
Keselamatan
dan Hidup Berkelimpahan bagi yang Memiliki Iman Abraham
Jika Anda ingin memiliki iman, maka pahamilah
pokok-pokok tersebut. Saya harap setiap orang mamahami bahwa iman yang menyelamatkan
di dalam Alkitab adalah iman seperti milik Abraham. Iman milik Abraham adalah
iman dalam wujud komitmen total. Sudahkah Anda memiliki iman yang semacam ini?
Ingatlah akan arti penting dari hal yang telah kita bahas hari ini. Keselamatan
Anda bergantung pada iman tersebut. Hidup kekal bergantung pada iman tersebut.
Allah tidak menawarkan sesuatu yang murahan bagi Anda. Dia memberi Anda hal
yang terbaik dari-Nya. Dia memberikan Anak-Nya sendiri. Namun kita juga, pada
gilirannya, harus menyerahkan segala-galanya. Allah memberi kita segala-galanya
namun kita juga harus menyerahkan segala-galanya. Jika Anda tidak memberi Dia
segala-galanya, maka jangan harap bisa menerima sesuatu dari-Nya. Itulah
rahasia kehidupan Kristen, rahasia komitmen total.
Jika Anda pulang dan berlutut malam ini, dan
berkata, “Tuhan, kuserahkan hidupku sepenuhnya kepada-Mu sama seperti yang
telah dilakukan Abraham,” sesuatu yang indah akan terjadi. Anda akan temukan
bahwa Anda akan memiliki persahabatan yang indah dengan Allah, hal yang mungkin
belum pernah Anda rasakan sebelumnya. Kekosongan di dalam hati Anda akan sirna,
dan Anda akan memiliki damai sejahtera serta kuasa-Nya di dalam hidup Anda.